Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2024

Dari Asa yang Gelisah ke Cahaya yang Pasti

       Aku menyelesaikan masa kelas 10 dengan maksimal walaupun keterbatasan berinteraksi. Saat itu aku mengikuti eskul PMR meskipun hanya 1 semester saja di kelas 10. Setelah di kelas 10 yang penuh adaptasi, tibalah masanya aku masuk ke kelas selanjutnya yang semakin membuatku penasaran, bagaimana ya kehidupannya?          Kelas 11, aku mulai banyak mengenal teman-temanku dan itulah awal hidupnya perasaanku. Masa itu terasa seperti membuka pintu ke taman rahasia yang selama ini tersembunyi. Teman-teman yang semula hanya nama di absen, kini menjelma menjadi sosok nyata dengan cerita yang berbeda-beda. Aku mulai mengenali mereka, satu per satu, seperti menemukan bintang di langit malam yang sebelumnya gelap gulita.      Namun, ada satu perasaan yang terus menghantuiku. Perpindahanku dari sekolah Islam ke sekolah umum meninggalkan jejak kecil di hatiku. Tidak terlalu parah, tapi cukup membuatku merasa sedikit kehilangan arah. Per...

Jejak Pertama Di Tengah Senyap

       Masa itu, dunia seperti dihentikan oleh sesuatu yang tak kasat mata. Pandemi COVID-19 mengubah segalanya, termasuk caraku melangkah ke jenjang baru dalam hidup SMA. Aku ingat betul perasaan gugup sekaligus antusias yang membuncah saat menyadari aku telah resmi menjadi murid SMA. Namun, bukan langkah ke gerbang sekolah yang menyambutku, melainkan layar laptop yang dingin dan sunyi.      Kelas 10 dimulai dengan belajar daring, sebuah pengalaman yang sebelumnya tak pernah kubayangkan. Hari pertama, aku duduk di meja belajar kecil di kamarku, menatap wajah-wajah asing di layar. Semua tampak canggung, termasuk aku. Nama-nama terpampang di pojok video, tapi sulit untuk benar-benar mengingat siapa mereka. Aku bertanya-tanya, apakah aku akan berteman dengan mereka, atau malah merasa terasing di dunia yang serba virtual ini?      Aku mencoba menjalani semuanya dengan sepenuh hati. Meski kadang kebingungan, aku berusaha mengikuti ritme bela...

Melewati Badai, Menemukan Cahaya

     Setelah badai panjang yang menerpa hidupku di tahun sebelumnya, aku merasa seolah terombang-ambing tanpa arah. Hidupku seperti berputar-putar di tempat yang sama, tapi aku tahu harus ada yang kuubah. Salah satu hal yang aku rasa paling penting adalah melanjutkan pendidikan ke SMA. Setelah menghabiskan tahun-tahun di SMP dengan penuh perjuangan dan keringat, aku memutuskan untuk mencoba masuk ke beberapa sekolah negeri di daerahku.      Aku yang dulu tinggal di Cimahi, kini harus merantau ke Soreang. Seperti petualangan baru, aku menghadapi perubahan itu dengan perasaan campur aduk. Meski jauh dari keluarga dan teman-teman lama, aku bertekad untuk melangkah maju. Setiap malam, doa-doaku tak pernah lepas, berharap segalanya berjalan sesuai dengan harapan. Aku ingin membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku bisa, meski seringkali hati ini dipenuhi keraguan.      Namun, takdir seolah memberi jawaban yang pahit. Aku tidak lolos di seleksi mas...

Di Antara Puing dan Harapan

      Masa SMP-ku adalah babak cerita yang penuh warna. Di sinilah aku pertama kali merasa benar-benar dilihat dan dihargai. Teman-teman yang aku temui seperti cermin yang memantulkan sisi terbaik dari diriku—sisi yang sebelumnya tersembunyi. Mereka membuatku percaya bahwa aku memiliki kemampuan untuk bersinar, dan aku pun mulai menonjolkan bakat-bakatku. Tidak ada yang lebih membanggakan daripada mengenali potensiku sendiri sambil dikelilingi oleh orang-orang yang mendukung.      Akhirnya, perjalanan di SMP itu mencapai ujungnya. Aku lulus dengan hasil yang sangat memuaskan, tetapi momen bahagia itu direnggut oleh kenyataan pahit. Dunia sedang dilanda pandemi COVID-19. Tidak ada pesta perpisahan, tidak ada pelukan hangat dari teman-teman yang selama tiga tahun terakhir menjadi bagian dari hidupku. Kelulusan yang seharusnya menjadi penutup yang manis berubah menjadi keheningan yang hampa.      Pandemi itu tidak hanya membawa kehampaan, t...

Jejak yang Tak Akan Pudar

            Masa SMP adalah salah satu fase paling berwarna dalam hidupku. Setelah kepindahan kami ke Cimahi, aku merasa seperti halaman buku yang kosong, siap diisi dengan cerita-cerita baru. Aku bersekolah di salah satu SMP berbasis Islam di kota ini. Lingkungannya terasa tenang, penuh dengan nilai-nilai yang mengingatkanku untuk tetap berpijak pada kebaikan. Ini adalah tempat di mana aku mulai mengeksplorasi diriku, mengenal dunia dari sudut pandang yang berbeda, dan menemukan arti dari persahabatan sejati.           Sejak awal, sekolah ini terasa seperti taman luas yang penuh dengan bunga bermekaran. Setiap sudutnya mengajakku untuk belajar dan tumbuh. Aku mencoba banyak hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Aku mendaftar ekstrakurikuler fotografi, karate, renang, dan tentunya pramuka aktivitas yang wajib diikuti semua siswa. Setiap kegiatan itu seperti membuka pintu baru yang memungkinkanku melihat dunia den...

Langkah Kecil Di Tanah Yang Kuat

          Setelah kami pindah ke Cimahi, hidup terasa mulai menemukan ritmenya yang baru. Ayah mendapatkan pekerjaan yang stabil, bekerja sama dengan teman-temannya dalam sebuah usaha kecil yang perlahan mulai berkembang. Dengan kerja keras dan doa, ekonomi keluarga kami pun mulai membaik. Rumah yang dulu terasa hampa kini dipenuhi tawa, cerita, dan harapan baru. Meskipun kami belum kembali menjadi keluarga yang sempurna seperti sebelumnya, kami merasa ada perubahan yang positif, dan itu cukup memberi kami keyakinan.           Mamah, yang selama ini menjadi pilar keluarga, juga mulai merasakan perubahan. Di tengah kehidupan yang mulai stabil, Tuhan memberinya sebuah berkah yang sangat besar. Di tahun 2017, saat keluarga kami mulai bisa bernapas lega, mamah mengandung lagi. Aku tak bisa menggambarkan bagaimana rasanya mendengar kabar itu senang, terharu, dan sedikit cemas. Bagaimana tidak, setelah adikku yang pertama lahir, ak...

NOTE

  "Keluarga adalah pelabuhan, tempat kita kembali meski ombak mencoba menggulung dan angin mencoba menyingkirkan arah layar kita. Tak ada keluarga yang sempurna, tetapi dari ketidaksempurnaan itulah kita belajar mencintai lebih dalam, memaafkan lebih tulus, dan bertahan lebih kuat."

Badai Yang Menguatkan Pondasi

         Kelahiran adikku adalah momen penuh kebahagiaan, seperti secercah sinar matahari setelah malam yang panjang. Suaranya yang lembut, senyumnya yang polos, dan kehadirannya membawa harapan baru dalam keluarga kami. Namun, kehidupan tak selalu seperti dongeng.           Setiap keluarga pasti menghadapi ujiannya masing-masing. Ketika aku mulai memasuki masa remaja fase di mana aku mulai mencari siapa diriku sebenarnya. ada badai besar yang menghampiri keluarga kami. Ayah dan mamah, dua orang yang selama ini menjadi pelindungku, tiba-tiba tampak seperti dua kutub yang menjauh.             Aku tidak sepenuhnya paham apa yang terjadi. Dalam usiaku yang masih belia, hanya ada satu pertanyaan besar yang menghantui apakah ini akhir dari keluarga kami? Sebisa mungkin, aku berusaha tetap kuat. Adik kecilku membutuhkan kakak yang tangguh, dan aku tak ingin dia merasakan kehilangan yang sama se...

Ketika Kehidupan Itu Diberikan

       Hari-hari berlalu, dan aku tumbuh menjadi anak kecil yang pendiam tetapi sehat. Kehidupan keluarga kami saat itu sederhana dan penuh perjuangan. Ayahku masih bekerja serabutan, berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Pada tahun 2007, kami meninggalkan Bandung dan pindah ke Karawang, menetap di sebuah perumahan sederhana bersama aki ayahnya ayahku. Kehadiran aki dalam hidup kami menjadi sebuah kenangan yang sangat membekas, meski ia tidak lama tinggal bersama kami.       Aku ingat betul, aki adalah sosok yang penuh perhatian dan selalu berusaha membuatku merasa istimewa. Suatu ketika, saat kami sedang bermain, aki berkata kepadaku, “ Adek, kelak ketika adek wisuda TK, aki yang antar ya ." Janji itu menjadi kenangan manis yang terus teringat, meski akhirnya aki tidak sempat menepatinya. Tidak lama setelah itu, aki dipanggil oleh Sang Pencipta, meninggalkan kami semua dengan kesedihan yang mendalam. Aku masih kecil saat itu, ...

Berteman Dengan Mesin Dan Do'a

       Setelah hari kelahiranku yang penuh haru, perjalananku untuk bertahan baru saja dimulai. Kondisiku yang lahir prematur dengan organ tubuh yang belum sempurna memaksaku tinggal di rumah sakit untuk perawatan intensif selama satu bulan penuh. Rumah sakit yang menjadi tempatku dirawat berada di Kota Bandung, jauh dari rumah dan orang-orang terkasih. Orang tuaku, meski hatinya berat, harus meninggalkanku di sana demi memastikan aku mendapatkan perawatan terbaik.      Selama satu bulan itu, mamahku hanya bisa datang ke rumah sakit untuk mengirimkan ASI . Ia tidak bisa berlama-lama di sisiku karena aturan rumah sakit dan keterbatasan keadaan. Setiap kali ia pulang, ada air mata yang tertahan. Di rumah, mamah hanya bisa berdoa dengan penuh harapan, sementara aku berteman dengan mesin-mesin medis yang menjadi penopang hidupku. Inkubator menjadi rumah keduaku, selang-selang kecil dan alat-alat lainnya menjadi pengganti pelukan hangat mamah. Mamah selal...

1.700 Gram

       Aku anak pertama yang lahir dari kedua orang tuaku. Aku lahir pada bulan Oktober tahun 2005, saat usia kandungan mamahku baru memasuki bulan keenam. Qodarullah, aku terlahir lebih cepat dari yang seharusnya, dengan berat badan yang hanya 1 kilogram 7 ons. Di hari kelahiranku, kata mamah, semua orang menyambutku dengan bahagia. Namun di balik kebahagiaan itu, ada rasa sedih yang tak bisa disembunyikan dari mata mamahku. Ia tak kuasa melihatku yang begitu kecil, begitu rapuh.        Mamah sempat mengalami stres berat ketika dokter yang menanganiku berkata dengan nada pelan namun menusuk, " Anak ini hidup paling hanya beberapa jam saja ." Kalimat itu bagaikan pisau yang menggoreskan luka di hati mamah. Di saat genting itu, ayahku tidak berada di sampingnya. Ayah sedang bekerja, dan mamah hanya ditemani oleh beberapa kerabat yang setia mendampingi.        Ketika kabar tentang kelahiranku sampai ke ayah, ia langsung berge...

Pendahuluan

       Ada satu tahun dalam hidupku yang kuputuskan untuk berhenti, sejenak menjauh dari hiruk-pikuk yang menuntutku berlari tanpa henti. Tahun itu adalah ruang sunyi yang kupilih dengan penuh kesadaran bukan untuk bersembunyi, tetapi untuk memahami.      Tulisan ini lahir dari rasa sesak yang akhirnya menemukan pelampiasannya dalam kata-kata. Sebuah jalinan cerita yang mencoba merangkai luka, ujian, dan masa-masa sulit yang pernah menjadi bagianku sejak aku mengenal dunia hingga detik ini. Setiap halaman adalah serpihan kecil dari perjalanan hidup yang tak selalu terang, namun juga tak pernah benar-benar gelap.      Aku menuliskan ini bukan untuk mencari simpati, tetapi untuk memberi ruang pada kenangan yang kerap kupendam, serta mengingatkan diriku sendiri bahwa setiap ujian membawa sebuah pesan, dan setiap luka menyisakan jejak pelajaran.     Jika tulisan ini sampai kepadamu, mungkin ini adalah takdir yang mempert...

UNGKAPAN TERIMA KASIH

          Segala puji dan syukur kuucapkan kepada Allah SWT, yang dengan kasih dan ridho-Nya mengizinkan aku menuliskan setiap kata di sini . Tanpa petunjuk-Nya, langkah ini tak akan pernah terwujud.           Terima kasih yang tak terhingga untuk Mamah dan Ayah, pilar hidupku yang selalu mengajarkan arti keteguhan dan cinta tanpa syarat. Kalian adalah cahaya yang tak pernah redup, bahkan saat dunia terasa gelap.           Kepada semua orang yang hadir dan menjadi bagian dari kehidupanku, aku bersyukur atas peran kalian, baik dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Kalian adalah warna yang menjadikan perjalanan ini penuh makna.           Dan teristimewa, untuk Dia yang aku temui sejak masa-masa sekolah. Kamu, yang selalu ada di sisiku ketika dunia seakan berpaling dariku. Dukunganmu, yang tak pernah surut meski aku kadang merasa tak pantas, adalah anugerah yang tak pernah...

Kata Pengantar

     Dengan segala kerendahan hati, izinkan aku mempersembahkan sebuah perjalanan yang tertuang dalam tulisan ini. Namaku Aurel Oktavira Erlangga orang lebih akrab memanggilku Aurel. tulisan ini bukan sekadar kumpulan cerita, melainkan potongan jiwa yang selama ini bersemayam dalam diam, menunggu waktu yang tepat untuk disuarakan.      Sejujurnya, menulis ini adalah perjalanan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Dimulai dari sebuah tahun yang kuhabiskan dalam jeda-masa gap year yang penuh perenungan dan introspeksi. Dalam kesunyian itu, aku menyadari bahwa hidup ini, dengan segala kerumitannya, adalah hadiah yang berharga, sekaligus pelajaran yang tak pernah habis.      Tulisan ini adalah refleksi dari setiap ujian yang pernah aku hadapi, sejak aku membuka mata untuk pertama kalinya hingga saat ini. Masa-masa sulit, air mata, kebahagiaan, dan cinta yang kutemukan di sepanjang jalan menjadi penggerak utama lahirnya karya ini. Leb...