Dari Asa yang Gelisah ke Cahaya yang Pasti
Aku menyelesaikan masa kelas 10 dengan maksimal walaupun keterbatasan berinteraksi. Saat itu aku mengikuti eskul PMR meskipun hanya 1 semester saja di kelas 10. Setelah di kelas 10 yang penuh adaptasi, tibalah masanya aku masuk ke kelas selanjutnya yang semakin membuatku penasaran, bagaimana ya kehidupannya?
Kelas 11, aku mulai banyak mengenal teman-temanku dan itulah awal hidupnya perasaanku. Masa itu terasa seperti membuka pintu ke taman rahasia yang selama ini tersembunyi. Teman-teman yang semula hanya nama di absen, kini menjelma menjadi sosok nyata dengan cerita yang berbeda-beda. Aku mulai mengenali mereka, satu per satu, seperti menemukan bintang di langit malam yang sebelumnya gelap gulita.
Namun, ada satu perasaan yang terus menghantuiku. Perpindahanku dari sekolah Islam ke sekolah umum meninggalkan jejak kecil di hatiku. Tidak terlalu parah, tapi cukup membuatku merasa sedikit kehilangan arah. Perbedaan cara bicara, pakaian, dan kebiasaan membuatku seperti seorang pengembara di negeri asing. Aku merasa asing di rumahku sendiri.
Di tengah rasa gelisah itu, aku memutuskan untuk berdoa. Dengan segenap hati, aku memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Aku memohon sebuah jalan, sebuah cahaya yang dapat membimbingku kembali pada arah yang benar. Dan tidak lama, doaku dijawab dengan cara yang begitu indah.
Aku dipertemukan dengan seorang teman sekelas yang memperkenalkanku pada sebuah organisasi. Organisasi itu, seperti oasis di tengah gurun, memberikan kesegaran baru dalam hidupku. Di sana, aku bertemu dengan orang-orang luar biasa. Mereka bukan hanya cerdas, tetapi juga sabar dan bijaksana. Mereka tidak mengedepankan nafsu, melainkan hati yang tulus. Setiap kali aku bersama mereka, aku merasa seperti sedang diajak berjalan di atas jalan yang penuh cahaya.
Tidak hanya itu, aku juga dipertemukan dengan seorang guru yang luar biasa. Guru ini seperti mentari pagi yang menyinari jalanku. Ia selalu mengingatkanku tentang kebaikan, tentang nilai-nilai yang benar, dan memastikan aku tidak keluar jalur. Setiap nasihatnya adalah mutiara yang kuhimpun dalam hatiku, menjadi bekal untuk melangkah lebih jauh.
Kehidupan kelas 11 membuka banyak pintu bagiku, tidak hanya untuk berteman, tetapi juga untuk mengenali diriku yang sesungguhnya. Aku mulai menemukan apa yang benar-benar aku inginkan, bakatku yang selama ini tersembunyi, dan hal-hal yang membuat hatiku bergetar bahagia. Aku merasa seperti burung yang baru belajar terbang, menjelajahi langit luas dengan penuh rasa syukur.
Kini, aku sadar bahwa perjalananku tidak pernah benar-benar sendiri. Ada tangan-tangan tak terlihat yang membimbingku, ada doa-doa yang selalu didengar. Aku bersyukur atas perjalanan ini, atas setiap momen yang membawaku semakin dekat pada makna hidup yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar