Ketika Kehidupan Itu Diberikan
Hari-hari berlalu, dan aku tumbuh menjadi anak kecil yang pendiam tetapi sehat. Kehidupan keluarga kami saat itu sederhana dan penuh perjuangan. Ayahku masih bekerja serabutan, berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Pada tahun 2007, kami meninggalkan Bandung dan pindah ke Karawang, menetap di sebuah perumahan sederhana bersama aki ayahnya ayahku. Kehadiran aki dalam hidup kami menjadi sebuah kenangan yang sangat membekas, meski ia tidak lama tinggal bersama kami.
Aku
ingat betul, aki adalah sosok yang penuh perhatian dan selalu berusaha
membuatku merasa istimewa. Suatu ketika, saat kami sedang bermain, aki berkata
kepadaku, “Adek, kelak ketika adek wisuda TK, aki yang antar ya." Janji
itu menjadi kenangan manis yang terus teringat, meski akhirnya aki tidak sempat
menepatinya. Tidak lama setelah itu, aki dipanggil oleh Sang Pencipta,
meninggalkan kami semua dengan kesedihan yang mendalam. Aku masih kecil saat
itu, tetapi aku bisa merasakan kehilangan yang besar. Aki dimakamkan di Cimahi,
tempat keluarga besar kami berkumpul.
Setelah
kepergian aki, kami pindah ke sebuah kampung kecil di Karawang yang memiliki
tetangga hangat dan penuh kekeluargaan. Di sana, ayahku membuka bengkel kecil
di rumah, sementara mamahku memulai usaha warung nasi. Hari-hariku diisi dengan
bermain di sekitar rumah sambil memperhatikan mereka bekerja keras demi
mencukupi kebutuhan keluarga. Di tengah kesibukan mereka, aku dirawat oleh
sebuah keluarga yang begitu hangat. Salah satu anggota keluarga itu, yang
kupanggil dengan sebutan Emak, menjadi sosok yang sangat dekat denganku.
Kehidupan kami saat itu sangat sederhana, tetapi aku merasa dikelilingi cinta
yang tulus.
Di
Karawang, perjuangan orang tuaku terasa begitu nyata. Aku masih kecil, tetapi
aku dapat melihat bagaimana mereka merantau jauh dari kampung halaman, bekerja
tanpa kenal lelah hanya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagiku.
Rumah yang kami tempati sering kebanjiran, dan salah satu aktivitas bersama
mamah yang paling kuingat adalah membereskan bekas banjir. Meski aku hanya anak
kecil yang bantuannya tak seberapa, aku ingin membantu mereka sebisaku.
Tahun
demi tahun berlalu 2007, 2008, hingga 2009. Akhirnya, kami memutuskan untuk
kembali ke Bandung dan berkumpul kembali dengan keluarga besar di sana. Saat
itu, usiaku kurang lebih empat tahun. Anak kecil itu, aku, memiliki doa yang
selalu kupanjatkan setiap kali selesai sholat, "Ya Allah, aku ingin tahun
adik." Doa kecil itu, yang lahir dari hati yang masih polos, ternyata
terkabul. Pada akhir 2009, mamahku dinyatakan hamil anak kembar.
Kabar
itu membawa kebahagiaan luar biasa, tetapi juga menyisakan duka. Dari dua bayi
yang dikandung mamah, hanya satu yang bertahan. Satu lagi harus kembali ke
pangkuan Sang Maha Pencipta bahkan sebelum sempat membuka mata di dunia. Meski
begitu, kami tetap bersyukur. Adikku lahir pada bulan Maret 2010, membawa
kebahagiaan baru di tengah perjuangan keluarga kami. Kehadirannya menjadi bukti
bahwa doa, meski diucapkan oleh seorang anak kecil, dapat menjadi harapan besar
yang dikabulkan oleh Allah SWT.
Komentar
Posting Komentar