Berteman Dengan Mesin Dan Do'a

     Setelah hari kelahiranku yang penuh haru, perjalananku untuk bertahan baru saja dimulai. Kondisiku yang lahir prematur dengan organ tubuh yang belum sempurna memaksaku tinggal di rumah sakit untuk perawatan intensif selama satu bulan penuh. Rumah sakit yang menjadi tempatku dirawat berada di Kota Bandung, jauh dari rumah dan orang-orang terkasih. Orang tuaku, meski hatinya berat, harus meninggalkanku di sana demi memastikan aku mendapatkan perawatan terbaik.

    Selama satu bulan itu, mamahku hanya bisa datang ke rumah sakit untuk mengirimkan ASI. Ia tidak bisa berlama-lama di sisiku karena aturan rumah sakit dan keterbatasan keadaan. Setiap kali ia pulang, ada air mata yang tertahan. Di rumah, mamah hanya bisa berdoa dengan penuh harapan, sementara aku berteman dengan mesin-mesin medis yang menjadi penopang hidupku. Inkubator menjadi rumah keduaku, selang-selang kecil dan alat-alat lainnya menjadi pengganti pelukan hangat mamah. Mamah selalu berkata bahwa di setiap tetes ASI yang ia berikan, terselip doa dan cinta yang tiada habisnya.

    Waktu terasa begitu lambat bagi keluargaku, tetapi setelah satu bulan yang penuh dengan ketegangan, dokter akhirnya mengizinkanku untuk pulang. Itu adalah kabar yang mereka nantikan, meski berat tubuhku hanya bertambah 1 kilogram saja. Namun, bagi keluargaku, itu adalah keajaiban kecil yang memberi harapan besar. Saat tiba di rumah, perawatan untukku tetap dilakukan dengan hati-hati. Tubuhku yang masih rapuh tidak dimandikan dengan air biasa, melainkan menggunakan minyak kletik sebuah cara tradisional yang dipercaya memberikan kehangatan dan menjaga tubuhku tetap sehat.

    Hari-hari di rumah pun penuh kehati-hatian. Semua orang di sekitarku menjadi sangat protektif terhadapku. Aku adalah bayi kecil yang harus hidup dan harus sehat, meski perjalanan itu penuh dengan ketidakpastian. Orang tuaku, yang usianya masih sangat muda, menghadapi semua ini dengan keberanian luar biasa. Ayah dan mamahku tidak hanya belajar menjadi orang tua, tetapi juga belajar menghadapi ujian yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan. Mereka tidak memiliki banyak pengalaman, tetapi mereka memiliki cinta, tekad, dan doa.

    Aku tumbuh bukan hanya dengan bantuan alat medis, tetapi juga karena doa-doa yang tak pernah berhenti dilantunkan oleh orang-orang yang mencintaiku. Mesin-mesin itu adalah temanku untuk bertahan, tetapi doa adalah kekuatanku untuk melawan segala kemungkinan buruk. Dalam setiap langkah kecil yang kulalui, selalu ada tangan tak terlihat yang membimbingku. Itu adalah tangan kasih sayang dari keluargaku dan ridho dari Sang Pencipta yang memberiku kesempatan untuk terus bertahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Pengantar

Jejak yang Tak Akan Pudar

Dari Asa yang Gelisah ke Cahaya yang Pasti